DUNIA SETELAH VIRUS KORONA

DUNIA SETELAH VIRUS KORONA
Oleh: Yuval Noah Harari
Foto: Cătălin Ceaușoglu | 2018

UMAT MANUSIA SEKARANG menghadapi krisis global. Mungkin krisis terbesar di generasi kita. Keputusan yang diambil orang-orang dan pemerintah dalam beberapa minggu ke depan mungkin akan membentuk dunia selama bertahun-tahun ke depan. Mereka tidak hanya akan membentuk sistem kesehatan kita tetapi juga ekonomi, politik, dan budaya kita. Kita harus bertindak dengan cepat dan tegas. Kita juga harus mempertimbangkan konsekuensi jangka panjang dari tindakan kita. Ketika memilih alternatif lainnya, kita harus bertanya kepada diri sendiri tidak hanya bagaimana mengatasi ancaman langsung, tetapi juga dunia macam apa yang akan kita huni setelah badai berlalu. Ya, badai akan berlalu, manusia akan selamat, sebagian besar dari kita akan tetap hidup – tapi kita akan menghuni dunia yang berbeda.

Banyak tindakan darurat jangka pendek yang akan menjadi bagian dari kehidupan ini. Itu sebuah keadaan darurat. Setiap keputusan cepat yang diambil, apa pun mempercepat proses sejarah. Keputusan yang biasanya membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk memikirkannya bisa diselesaikan dalam hitungan jam. Belum matang dan bahkan berbahaya, teknologi yang dipergunakan ke dalam layanan publik, karena risiko melakukan apa-apa lebih besar. Seluruh negara seolah berperan sebagai “Babi Guinea” dalam eksperimen sosial skala besar.  Apa yang terjadi ketika semua orang bekerja dari rumah dan berkomunikasi hanya dari jarak jauh? Apa yang terjadi ketika seluruh sekolah dan universitas menggunakan aplikasi online? Dalam masa normal, pemerintah, bisnis dan lembaga pendidikan tidak akan pernah setuju untuk melakukan percobaan tersebut. Tapi ini bukan waktu normal.

Dalam masa krisis ini, kita menghadapi dua pilihan penting. Yang pertama adalah antara pengawasan ketat dan pemberdayaan warga. Kedua, isolasi nasional dan solidaritas global.

Pengawasan di Bawah Permukaan
Untuk menghentikan epidemi ini, seluruh populasi harus mematuhi pedoman tertentu. Ada dua cara utama untuk mencapai ini. Metode pertama adalah pemerintah memantau masyarakat, dan menghukum mereka yang melanggar aturan. Hari ini, untuk pertama kalinya dalam sejarah manusia, teknologi memungkinkan untuk memantau semua orang setiap saat. Lima puluh tahun yang lalu, KGB (lembaga intelijen Uni Soviet) tidak bisa mengikuti 240 juta warga Soviet selama 24 jam sehari, dan KGB juga tidak bisa berharap untuk memproses secara efektif semua informasi yang dikumpulkan. KGB mengandalkan agen manusia dan analis, dengan cara menempatkan agen manusia untuk mengikuti setiap warga negara. Tapi sekarang pemerintah dapat mengandalkan sensor yang ada di mana-mana dan algoritma yang kuat ketimbang kutu darah dan daging.

Dalam pertempuran mereka melawan epidemi virus Korona beberapa pemerintah telah mengerahkan perangkat pengawasan baru. Kasus yang paling menonjol adalah Tiongkok. Dengan memantau secara dekat telepon genggam orang, menggunakan ratusan juta kamera pengenalan wajah, dan mewajibkan orang untuk memeriksa dan melaporkan suhu tubuh dan kondisi medis mereka, pemerintah Tiongkok tidak hanya dapat mengidentifikasi cepat atau lambat pusat keberadaan virus Korona, tetapi juga bisa melacak gerakan virus Korona dan mengidentifikasi siapapun yang terinfekai. Sejumlah aplikasi seluler memperingatkan warga tentang kedekatan mereka dengan pasien yang terinfeksi.

Teknologi semacam ini tidak terbatas pada Asia Timur saja. Perdana Menteri Benjamin Netanyahu dari Israel baru-baru ini memberi wewenang badan keamanan Israel untuk menyebarkan teknologi pengawasan yang biasanya disediakan untuk memerangi teroris untuk melacak pasien virus Korona. Ketika subkomite parlemen terkait menolak menyetujui langkah-langkah tersebut, Netanyahu lalu merombaknya dengan “Surat Keputusan Darurat”.

Anda mungkin berpendapat bahwa tidak ada yang baru tentang semua ini. Dalam beberapa tahun terakhir baik pemerintah maupun korporasi telah menggunakan teknologi yang semakin canggih untuk melacak, mengawasi dan memanipulasi orang. Namun jika kita tidak hati-hati, epidemi ini mungkin menandai hal penting dalam sejarah pengawasan. Bukan hanya karena mungkin membuat normal penyebaran alat pengawasan massal di negara-negara yang sejauh ini telah menolaknya, tapi lebih jauh lagi karena hal ini menunjukkan peralihan yang dramatis dari “pengawasan pada kulit” ke “pengawasan di bawah kulit”. [Maksud pengawasan pada kulit ialah pengawasan yang sifatnya fisik, misal memantau perilaku pengguna jalan raya menggunakan kamera pengintai sedangkan pengawasan di bawah kulit ialah pengawasan yang sifatnya digital, misal segala aktivitas yang dilakukan melalui ponsel dipindai oleh sistem algoritma.–Ed.]

Hingga kini, saat jari anda menyentuh layar telepon pintar anda dan mengklik sebuah tautan, pemerintah ingin tahu apa yang persisnya sedang jarimu klik. Tapi dengan wabah virus korona, pusat pergeseran berubah. Sekarang pemerintah ingin tahu suhu jari anda dan tekanan darah di bawah kulitnya.

Sebuah Puding Darurat
Salah satu masalah yang kita hadapi bekerja pada pengawasan adalah bahwa tidak satupun dari kita tahu persis bagaimana kita sedang diawasi, dan apa yang tahun-tahun mendatang yang akan terjadi. Teknologi pengawasan berkembang dengan kecepatan tinggi, dan apa yang tampak sebagai fiksi ilmiah 10 tahun lalu kini sudah menjadi berita lama. Sebagai percobaan pemikiran, pertimbangkan hipotetis pemerintah yang mewajibkan setiap warga mengenakan gelang biometrik yang memonitor suhu tubuh dan denyut jantung 24 jam sehari. Data yang dihasilkan dan ditimbun dan dianalisis oleh algoritma pemerintah. Algoritma akan tahu bahwa kau sakit bahkan sebelum kau ketahui.

Anda tentu saja dapat menjadikan masalah pengawasan biometrik sebagai langkah sementara yang diambil saat keadaan darurat. Ini akan pergi setelah keadaan darurat berakhir. Tetapi langkah-langkah sementara mempunyai kebiasaan buruk untuk mengatasi keadaan darurat yang berkepanjangan, khususnya karena selalu ada keadaan darurat baru yang mengintai di cakrawala. Negara asal saya, Israel, misalnya, menyatakan keadaan darurat selama perang kemerdekaannya tahun 1948, yang membenarkan berbagai langkah sementara dari sensor pers dan penyitaan tanah terhadap peraturan-peraturan khusus untuk membuat ‘puding’. [Puding adalah istilah yang digunakan Harari untuk kebijakan darurat oleh pemerintah, yang memberi wewenang khusus kepada negara untuk melakukan apa pun yang dirasa perlu dalam situasi darurat tersebut. –Ed.] Perang kemerdekaan telah lama dimenangkan, tetapi Israel tidak pernah mengumumkan keadaan darurat, dan gagal menghapuskan banyak langkah “sementara” 1948 (Dekrit Puding Darurat diakhiri dengan belas kasihan pada 2011).

Bahkan saat infeksi dari virus Korona menurun hingga nol, beberapa pemerintah yang haus data bisa berpendapat mereka perlu menjaga sistem pengawasan biometrik karena mereka takut pada gelombang kedua virus Korona, atau karena ada Ebola jenis baru berkembang di afrika tengah, atau karena... Anda mendapatkan ide. Pertempuran besar telah berkecamuk dalam beberapa tahun terakhir karena privasi kita. Krisis virus Korona bisa menjadi titik balik pertempuran. Karena jika manusia diberi pilihan antara privasi dan kesehatan, mereka biasanya akan memilih kesehatan.

Polisi Sabun
Meminta orang untuk memilih antara privasi dan kesehatan adalah akar masalahnya. Karena ini pilihan yang salah. Kita dapat dan seharusnya menikmati privasi dan kesehatan. Kita bisa memilih untuk melindungi kesehatan kita dan menghentikan epidemi virus Korona bukan dengan memberlakukan rezim pengawasan totaliter, tapi dengan memberdayakan warga negara. Beberapa minggu terakhir ini, beberapa upaya yang paling berhasil untuk mengatasi epidemi virus Korona dilaksanakan oleh Korea selatan, Taiwan dan Singapura. Meskipun negara-negara ini telah menggunakan beberapa aplikasi pelacakan, mereka telah jauh lebih mengandalkan pengujian yang ekstensif, pelaporan yang jujur, dan kerja sama bersedia dari masyarakat yang terinformasi dengan baik.

Disentralisasi pemantauan dan hukuman keras bukan satu-satunya cara untuk membuat orang mematuhi pedoman yang bermanfaat. Ketika orang diberitahu fakta-fakta ilmiah, dan ketika orang percaya otoritas publik untuk memberitahu mereka fakta-fakta tersebut, warga dapat melakukan hal yang benar bahkan tanpa tahu ada seorang yang mengawasi mereka. Populasi yang bermotivasi diri dan berpengetahuan luas biasanya jauh lebih kuat dan efektif daripada populasi yang diatur dan tidak berpengetahuan.

Misalnya, pertimbangkan untuk mencuci tangan anda dengan sabun. Hal ini telah menjadi salah satu kemajuan terbesar dalam peradaban higienis manusia. Tindakan sederhana ini menyelamatkan jutaan nyawa setiap tahun. Meski kita tidak mensyukurinya, baru pada abad ke-19 para ilmuwan menyadari pentingnya mencuci tangan dengan sabun. Sebelumnya, bahkan para dokter dan perawat melanjutkan satu pembedahan ke pembedahan lain tanpa mencuci tangan. Dewasa ini, miliaran orang mencuci tangan setiap hari, bukan karena mereka takut akan ‘polisi sabun’, melainkan karena mereka memahami faktanya. Saya mencuci tangan dengan sabun karena saya pernah mendengar tentang virus dan bakteri, saya mengerti bahwa organisme kecil ini menyebabkan penyakit, dan saya tahu bahwa sabun dapat membersihkannya.

Tapi untuk mencapai level kepatuhan dan kerja sama, kau butuh kepercayaan. Orang perlu mempercayai ilmu pengetahuan, mempercayai otoritas publik, dan mempercayai media. Selama beberapa tahun terakhir, politisi yang tidak bertanggung jawab telah sengaja meremehkan ilmu pengetahuan, kalangan berwenang publik dan media. Para politisi tidak bertanggung jawab ini mungkin tergoda untuk otoritarianisme, dengan alasan anda tidak bisa mempercayai publik untuk melakukan hal yang benar.

Biasanya, kepercayaan yang telah terkikis selama bertahun-tahun tidak dapat dibangun dalam semalam. Tapi ini bukan waktu normal. Dalam situasi kritis, pikiran juga dapat berubah dengan cepat. Anda dapat berdebat sengit dengan saudara kandung anda selama bertahun-tahun, namun ketika ada keadaan darurat, tiba-tiba anda menemukan gudang kepercayaan dan persahabatan yang tersembunyi, dan anda tergesa-gesa untuk saling membantu. Daripada membangun sebuah rezim pengawasan, belum terlambat untuk membangun kembali kepercayaan masyarakat terhadap ilmu pengetahuan, di otoritas publik dan media. Kita juga harus menggunakan teknologi baru, namun teknologi ini harus memberdayakan warga negara. Saya setuju untuk memantau suhu tubuh dan tekanan darah saya, namun data itu seharusnya tidak digunakan untuk menciptakan pemerintah yang berkuasa. Sebaliknya, data tersebut dapat membantu saya membuat pilihan pribadi yang lebih terinformasi, dan juga meminta pertanggungjawaban pemerintah atas keputusannya.

Jika saya dapat melacak kondisi kesehatan saya sendiri 24 jam sehari, saya akan belajar tidak hanya apakah saya telah membahayakan kesehatan orang lain, tetapi juga menyesuaikan kebiasaan dan bisa ikut menjaga kesehatan dir sendiri. Jika saya dapat mengakses dan menganalisis statistik yang dapat dipercaya tentang penyebaran virus Korona, saya akan bisa menilai apakah pemerintah memberi tahu kepada saya apa saja yang benar dan apakah ia menerapkan kebijakan yang tepat untuk memerangi epidemi tersebut. Setiap kali orang berbicara tentang pengawasan, ingatlah bahwa teknologi pengawasan yang sama biasanya dapat digunakan tidak hanya oleh pemerintah untuk memonitor individu – tetapi juga oleh individu untuk memonitor pemerintah.

Jadi, epidemi tersebut merupakan tes kewarganegaraan yang penting. Di hari-hari mendatang, kita masing-masing harus memilih untuk mempercayai data ilmiah dan pakar kesehatan daripada teori konspirasi yang tidak berdasar dan politisi yang mementingkan diri sendiri. Jika kita gagal membuat pilihan yang benar, kita mungkin akan mendapati diri kita melepaskan kebebasan kita yang paling berharga, berpikir bahwa ini adalah satu-satunya cara untuk menjaga kesehatan kita.

Kita Perlu Rencana Global
Pilihan penting kedua yang kita hadapi adalah isolasi nasional dan solidaritas global. Epidemi itu sendiri dan krisis ekonomi yang diakibatkannya merupakan masalah global. Mereka dapat diselesaikan secara efektif hanya melalui kerjasama global.

Pertama dan terpenting, untuk mengalahkan virus kita perlu berbagi informasi secara global. Itulah keuntungan besar manusia dibanding virus. Sebuah virus Korona di Tiongkok dan virus Korona di Amerika Serikat tidak bisa menukar tips tentang cara menginfeksi manusia. Tapi Tiongkok dapat mengajarkan banyak pelajaran berharga tentang virus Korona dan cara mengatasinya kepada Amerika Serikat. 

Apa yang ditemukan seorang dokter Italia di Milan pagi-pagi sekali mungkin bisa menyelamatkan nyawa di Teheran malam hari. Ketika pemerintah Inggris ragu-ragu antara beberapa kebijakan, itu bisa mendapatkan nasihat dari warga Korea yang sudah menghadapi dilema serupa sebulan yang lalu. Tapi agar hal ini terjadi, kita perlu semangat kerja sama global dan kepercayaan.

Negara harus bersedia untuk berbagi informasi secara terbuka dan dengan rendah hati meminta saran, dan harus dapat mempercayai data dan wawasan yang mereka terima. Kita juga perlu usaha global untuk memproduksi dan mendistribusikan peralatan medis, terutama alat tes dan mesin pernapasan. Alih-alih setiap negara yang mencoba untuk melakukannya secara lokal dan penimbunan peralatan apa pun yang bisa didapatkan, upaya global yang terkoordinasi bisa sangat mempercepat produksi dan memastikan peralatan penyelamat hidup didistribusikan lebih adil. Sama seperti negara yang melakukan nasionalisasi industri utama selama perang—perang manusia melawan virus Korona mungkin mengharuskan kita untuk “berperikemanusiaan” pada jalur produksi yang penting. Negara kaya dengan sedikit kasus tersebut harus bersedia mengirim peralatan berharga ke negara miskin dengan banyak kasus, percaya bahwa jika dan saat dia membutuhkan bantuan, negara lain akan siap membantunya.

Kita dapat mempertimbangkan upaya global serupa untuk menampung tenaga medis. Negara-negara yang saat ini kurang terkena dampak AIDS dapat mengirimkan staf medis ke kawasan-kawasan yang terkena dampak terburuk di dunia, baik untuk membantu mereka di saat mereka membutuhkan, dan untuk memperoleh pengalaman berharga. Jika belakangan pusat epidemi ini bergeser, bantuan bisa mulai mengalir ke arah yang berlawanan.

Kerjasama Global sangat dibutuhkan dalam perekonomian juga. Mengingat sifat global kegiatan ekonomi dan rantai pasokan, jika setiap pemerintah melakukan sendiri hal dalam mengabaikan orang lain, hasilnya adalah kekacauan dan krisis yang semakin besar. Kita perlu rencana aksi global dan kita harus melakukannya dengan cepat.

Persyaratan lain adalah mencapai perjanjian global tentang perjalanan internasional. Menghentikan semua perjalanan internasional selama berbulan-bulan akan menimbulkan kesulitan besar, meskipun dengan tujuan perang melawan virus Korona. Negara-negara perlu bekerja sama agar memungkinkan setidaknya arus pelancong untuk terus menyeberang perbatasan: ilmuwan, dokter, jurnalis, politisi, pengusaha. Ini dapat dilakukan dengan mencapai perjanjian global tentang pemutaran awal wisatawan oleh sejumlah negara. Jika anda tahu, yang menyeleksi hati-hati para wisatawan dan kemudian diizinkan naik pesawat, anda akan lebih bersedia untuk menerima mereka ke negara anda.

Sayangnya, saat ini hampir tidak ada negara yang melakukan hal ini. Kelumpuhan kolektif telah mencengkeram masyarakat internasional. Tampaknya tidak ada orang dewasa di dalam ruangan. Sudah diperkirakan bahwa beberapa minggu yang lalu telah terjadi pertemuan darurat dari para pemimpin global yang merencanakan tindakan bersama. Para pemimpin G7 [sebuah lembaga aliansi 7 negara maju.—Ed] berhasil mengatur sebuah konferensi video hanya minggu ini, dan itu tidak menghasilkan rencana semacam itu.

Dalam krisis global sebelumnya, seperti krisis keuangan tahun 2008 dan wabah Ebola tahun 2014, Amerika Serikat memegang peran sebagai pemimpin global. Tapi pemerintahan Amerika Seeikat saat ini telah melepas jabatan sebagai pemimpin. Hal ini menjadi sangat jelas bahwa yang dipedulikannya hanyalah kebesaran Amerika Serikat daripada masa depan manusia.

Pemerintahan AS telah meninggalkan bahkan sekutu terdekatnya. Ketika melarang semua bepergian dari Uni Eropa, tidak peduli apakah Uni Eropa akan diberi sejumlah pemberitahuan – apalagi berkonsultasi dengan Uni Eropa tentang perubahan drastis tersebut. Bahkan pemerintah AS telah diduga menawarkan $I miliyar ke perusahaan farmasi Jerman untuk membeli hak monopoli untuk vaksin Covid-19 baru. Meskipun pemerintahan yang sekarang akhirnya berubah dan muncul dengan rencana aksi global, hanya sedikit yang mau mengikuti pemimpin yang tidak pernah bertanggung jawab, tidak pernah mengakui kesalahan, dan selalu mengambil semua pujian untuk dirinya sendiri sambil melemparkan semua kesalahan kepada orang lain.

Jika kekosongan yang ditinggalkan oleh Amerika Serikat tidak diisi oleh negara lain, tidak hanya akan menjadi jauh lebih sulit untuk menghentikan epidemi saat ini, namun warisannya akan terus meracuni hubungan internasional selama bertahun-tahun ke depan. Namun setiap krisis juga selalu ada kesempatan. Kita harus berharap bahwa epidemi saat ini akan membantu umat manusia menyadari bahaya akut yang ditimbulkan oleh perpecahan global.

Manusia harus membuat pilihan. Akankah kita menyusuri jalan perpecahan, atau akankah kita mengambil jalan solidaritas global? Jika kita memilih perpecahan, ini tidak hanya akan memperpanjang krisis, tetapi mungkin akan mengakibatkan lebih buruk bencana di masa depan. Jika kita memilih solidaritas global, itu akan menjadi kemenangan tidak hanya melawan virus Korona, tapi melawan semua epidemi dan krisis di masa depan yang mungkin menyerang manusia di abad 21. []

Yuval Noah Harari adalah penulis Sapiens dan Homo Deus. 
Hak Cipta @ Yuval Noah Harari 2020
Penerjemah: Siti Raisyah
Editor: Tyo Prakoso

Dialihbahasakan dari artikel berjudul “Yuval Noah Harari: the world after coronavirus” di Financial Times dengan tujuan pendidikan.

_________________

Komentar

Postingan Populer