25 HAL

25 HAL
Koleksi: @womenanwhiskies / sfgirlbybay
TERLAMPAU banyak telah terjadi di tahun 2018. Pun begitu, banyak hal yang diharapkan tercapai di tahun 2019. Ini bukan resolusi. Sebab sejak beberapa tahun belakangan, saya merasa pergantian tahun tidak memerlukan resolusi, pabila toh akhirnya kita terlampau abai dan luput dengan resolusi. Lagian resolusi terkesan remeh bagi Sang Waktu.
“Semuanya luput, juga waktu,” begitu bunyi larik puisi “Juga Waktu” karya Subagio Sastrowardojo.
Namun jika kau memilih untuk tetap menyusun dan menuliskan resolusi di tahun yang baru, kupikir itu juga hal yang baik. Apalagi bila di akhir tahun nanti apa yang kaususun dan tulis semua terealisasi. Kau tahu dengan atau tanpa resolusi, semua akan baik-baik saja. Tahun baru akan baik-baik saja.
Karena memang bukan resolusi, ini hanyalah daftar mengenai diri dan sekitarnya. Bukan hal yang penting, tentu saja. Kau bisa tak acuhkan sedemikian rupa. 25 daftar ini sekedar merujuk aplikasi Facebook yang beberapa tahun lalu populer—25 things, yakni setiap orang menuliskan 25 hal tentang dirinya lalu dikirim ke 25 orang lainnya, serta orang yang dikirimi wajib menuliskan 25 hal tentang dirinya dan mengirim ke 25 orang lainya, begitu seterusnya—sebuah aplikasi main-main. Singkatnya terlalu remeh untuk disebut resolusi.
Inilah dafttarnya:
  1. Saya agak pemalu dan sulit bersosialisasi. Apalagi di lingkup lingkungan yang baru. Ini persoalan klasik yang bikin saya minder.
  2. Saya lahir di rumah sakit mungil di Jakarta—tidak jauh dari rumah susun tempat tinggal saya.
  3. Saat belum genap berusia 2 tahun, Ibu saya hamil anak ketiga. Olehnya program ASI saya distop. Entah kenapa, saya percaya itulah penyebab tubuh saya lebih kurus ketimbang 3 saudara saya lainnya.
  4. Setelah membaca artikel perihal perusahaan kopi ternama yang menggunakan ampas gerai kopi multinasional sebagai bubuk kopi untuk kemasan kopi sachet, yang jamak kita temui di warung-warung—saya berusaha untuk menyeduh kopi dari biji kopi pilihan. Meski masih kerap ngopi sachet di Warkop terdekat. Toh, yang utama bukan jenis biji kopinya, tapi dengan siapa dan apa yang dibicarakan saat ngopi, kan. Di titik itu, kopi tidak membutuhkan filosofi apapun.
  5. Setelah beberapa tahun berhenti merokok, belakangan saya kembali merokok. Meski jenis rokok saya tetap: kretek.
  6. Lama saya beranggapan bahwa jengkol (Archidendron pauciflorum) dan petai (Parkia speciosa) adalah laknat. Namun belakangan saya merevisi anggapan tersebut. Apalagi untuk balado dan semur jengkol. Bhaaa!
  7. Saya memiliki alergi terhadap debu dan cuaca dingin. Orang Indonesia menyebutnya: Giduan.
  8. Saya sangat sulit untuk memulai pertemanan. Itu kenapa saya selalu berusaha untuk menjaga pertemanan yang saya miliki. Meski saya sering gagal.
  9. Dua alasan saya studi sejarah di Rawamangun: saya gagal masuk jurusan filsafat Universitas Gadjah Mada dan saran guru sejarah sekolah menengah kejuruan saya—kebetulan ia alumni sejarah Rawamangun.
  10. Saya bercita-cita sebagai pemain sepakbola. Meskipun seperti jutaan anak-anak Indonesia lainnya, saya harus menanggalkan cita-cita tersebut kala beranjak dewasa. Hidup tidak sesederhana kartun Tsubasa, memang.
  11. Kata Raisyah, saya sangat ‘Sastra di Sejarah’. Tapi juga sangat ‘Sejarah di Sastra’. Paradoks, kan? Silahkan baca kumpulan cerita pendek Bussum dan Cerita-cerita yang Mencandra (2016).
  12. Ketika Taman Kanak-kanak saya mengikuti perlombaan marathon se-Jabodetabek di Ancol, Jakarta. Saya memperoleh juara kedua di akhir perlombaan. Sejak itu saya percaya, saya bisa menjadi pemain sepakbola profesional.
  13. Jika disuruh memilih antara Toko Buku Gramedia, Toko Buku Indie, Toko Buku Online, atau Toko Buku Loak—saya memilih toko buku loak. Saya suka kejutan toko buku loak.
  14. Semasa kuliah, saya kesulitan untuk membeli buku. Olehnya saya menyediakan waktu berlama-lama di perpustakaan. Bersyukur juga punya pasangan yang memiliki koleksi buku yang banyak.
  15. Saya menyediakan alokasi uang setiap bulan untuk membeli buku. Minimal seperempat total penghasilan saya perbulan.
  16. Saya sangat terobsesi terhadap sepakbola. Apalagi saat bermain bola/futsal dan PES, tentu saja.
  17. Saya senang berkumpul bersama anak muda. Bersama anak muda saya melihat masa depan Indonesia. Mungkin itu alasan saya senang mengajar.
  18. Semua pekerjaan adalah mulia, kata Pramoedya. Tapi yang paling mulia, menurut saya, ialah guru dan wartawan. Silahkan buka buku sejarah, hampir semua pendiri negeri ini pernah berprofesi dua pekerjaan tersebut.
  19. Jika setiap makan perlu makanan pembuka, maka asinan adalah makanan pembuka favorit saya. Apalagi buatan Ibu saya.
  20. Bersama Yogyakarta, Semarang adalah kota favorit saya. Apalagi berkunjung bersama Raisyah.
  21. Sebagai guru, saya adalah guru yang malas. Itu selalu saya katakan kepada semua murid saya di sekolah.
  22. Saya selalu membayangkan dunia tanpa sekolah. Pasti dunia akan lebih menyenangkan.
  23. Inter Milan adalah cinta pertama. Tapi Zidane adalah cinta sejati saya. Lainnya, termasuk Arsenal dan Henry hanyalah pelabuhan sementara.
  24. Saya memiliki pengalaman buruk perihal teman. Walaupun demikian saya selalu berusaha untuk menjadi teman yang baik—terhadap teman yang jumlahnya sedikit itu.
  25. Sebagai balas budi kepada orangtua, saya ingin memiliki sebuah restoran. Yang bersamanya terdapat perpustakaan, toko buku dan studio teater.
Kau tahu, saya sengaja menulis 25 hal ini setelah seluruh gegap-gempita pergantian malam tahun baru usai. Sekali lagi, karena ini bukan resolusi.
Omong-omong, apakah di tempatmu pemerintah daerahnya melarang perayaan malam pergantian tahun? Jika tidak, bersyukurlah. Karena menurut saya pemerintah daerah yang melarang perayaan malam pergantian tahun tapi membiarkan pejabatnya korupsi dan akhirnya ditangkap KPK ialah lelucon akhir tahun yang enggak lucu. Yang lucu kau membaca tulisan main-main ini sampai di titik akhir. Sungguh awal tahun barumu sangat nir-faedah. Itulah kenapa saya malas menyusun dan menuliskan resolusi. [] @cheprakoso
Jatikramat, Awal Tahun 2019

Komentar

Postingan Populer