AB INITIO HISTORIA!

AB INITIO HISTORIA!

Kasia: Pete had just got his test results: positive for COVID-19. At the clinic, he was given just one mask. He was so scared of infecting me and his parents, that he insisted on wearing it to talk, even though we were separated by a window.
Kasia Strek/ITEM


SUATU MASA berjuta cahaya yang lalu, dan ditandai dengan ingatan manusia meranggas pada masa itu, ketika bercengkrama dan bertegursapa di ruang publik dianggap berbahaya. Semua berdiam di rumah persis seperti para Nabi menunggu wahyu. Manusia keluar rumah hanya untuk sekedar memenuhi kebutuhan pokok: membeli beras, kudapan dan lainnya di toko swalayan, untuk kemudian kembali membenamkan diri di rumah. Tempat ibadah, perkantoran, pasar, sekolah, dan ruang publik lainnya tutup. Seluruh masyarakat mematuhi imbauan negara. Satu-dua kali sirine ambulan terdengar.

Seorang sejarawan permainan gim anak-anak difabel, yang namanya tidak ingin diketahui, menemukan manuskrip di sebuah laman internet. Manukrip itu berupa huruf coding computer yang hampir punah. Dengan satu-dua kali klik saja, ia berhasil mentranskip ke dalam huruf yang bisa kita baca saat ini. Badan kebudayaan internasional menetapkan hasil kerjanya adalah benda budaya.

Apa pun, Ab initio Historia!

Berikut adalah sedikit manuskrip yang bisa kita baca saat ini:

 

[XIII]

Kalau begini, aku lebih suka ke sekolah, deh daripada libur!” kata Rizki, kelas 4 SD saat ngambek karena kelelahan ngerjain tugas yang bejibun.

Lalu saya kasih pemahaman kenapa ia harus libur dan betapa bahaya wabah kalau tetap masuk sekolah. Rizki cuman manggut-manggut. Saya enggak yakin dia ngerti dengan penjelasan saya.

Tapi saya pikir Rizki sedang menyuarakan suara hati seluruh siswa di Indonesia yang diliburkan hingga dua minggu ke depan  karena wabah koronadan entah sampai kapan. Saya cuman tertawa sambil terus mencoba menemaninya mengerjakan soal-soal. Dalam satu hari Rizki bisa mengerjakan tugas dari 3 sampai 4 matapelajaran. Dan saat kalimat di atas terucap, jam menunjukkan pukul tujuh malam. Artinya Rizki sudah mengerjakan tugas selama lebih dari 8 jam—tentu diselingi dengan hal-hal lainnya.

Saya merasa kasihan karenanya.

Dengan pemahaman begitulah, saya rasa ada yang keliru dengan konsep Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ). Dikira PJJ selesai dengan guru ngasih PPT, lalu siswa diminta mengerjakan sejumlah soal. Padahal poin utama dari PJJ ialah tetap adanya proses pembelajaran. Guru tetap harus menyampaikan materi pembelajaran. Hanya saja, karena terkendala situasi, maka guru menyampaikan materi melalui online.

Jadi klir, ya, PJJ bukan berarti sekedar Kirim PPT-Kirim Soal-Murid Mengerjakan-Selesai. Di titik itu saya percaya, bagaimana pun profesi tenaga pendidik (guru, dosen, tutor dkk dll) tidak pernah bisa diganti oleh robot atau Intelegensia Artifisial atau algoritma. Tidak pernah bisa.

Kak Tyo, kenapa enggak suruh murid-muridnya bikin (video) Tiktok?” tanya Rizki di sela-sela mengerjakan soal tentang Keliling Persegi Panjang.

Enggak usah disuruh mereka udah bikin, Ki.”

Lalu kami tertawa bersama.

`[IV]

Halo, Mas Menteri. Suaraku terdengar?

Terdengar. Ada perlu apa pagi-pagi nelpon, Mas?

Aduh, Mas Menteri. Jadi begini, saya mau curhat. Tapi lebih tepatnya sih Kami‟. Sebab saya diminta teman-teman guru, wabilkhusus guru honorer, untuk menyampaikan beberapa hal penting. Bedewei, Mas Menteri agak woles kan sekarang? Sebab curhat ini agak lumayan panjang.”

Monggo, Mas.”

Daripada APBN sebesar hampir 1 Triliyun itu digunakan untuk program kementerian yang akhirnya jadi gaduh, lebih baik uang itu digunakan untuk hal yang lebih konkret. Misalnya untuk bangun fasilitas sekolah atau beasiswa untuk siswa/guru yang ingin lanjut ke luar negeri. Dan ini lebih urjen, Mas Menteri. Mas Menteri kudu belajar sejarah. Dan jujur saja, saya kesal betul dengan pernyataan Mas Menteri perihal masa lalu dan masa depan. Seolah masa lalu itu enggak penting. Sebagai orang yang belajar sejarah, saya tersinggung.”

Mas...”

Mas Menteri kudu belajar sejarah. Mulailah dari, misalnya, pelajari dengan  baik riwayat hidup ayah Mas Menteri dan kaitannya dengan wacana sosdem di Indonesia. Karena saya rasa, mundurnya 2 ormas Islam dari program Mas Menteri terkait dengan statmen Mas Menteri perihal sejarah itu.”

Mas...

Lagian Mas Menteri, asal mas menteri tahu. Pemahaman sejarah rakyat negeri ini jelek betul. Udah begitu, ingatannya payah. Itu kenapa sejarah selalu jadi gorengan politik di negeri ini. Nah, sekarang saya mau ke inti curhat saya, Mas Menteri. Mbok yak, dipikir-pikir lagi tentang BDR atau PJJ atau apalah itu yang diniatkan secara permanen. Bukan. Bukan karena kami percaya teori konspirasi elit global atau apalah itu. Tapi, Mas Menteri, ide permanen BDR itu sangat absurd. Pertama, ide itu adalah sebuah intruksi badan bernama OECD. Saya enggak perlu cerita apa itu OECD. Mas Menteri lebih paham. Kenapa sih kita terus membebek dengan organisasi yang orientasinya bisnis dan ekonomi. Percayalah Mas Menteri, pendidikan negeri ini enggak sekedar persoalan jual-beli.”

Stop, Mas. Saya sambungkan curhatan sampean ke Menteri Pendidikan dulu.

Lho, ini bukannya Menteri Nadiem?Bukan. Ini Menteri Pertahanan.

Tuut tuuut tuuutt

[IX]

Ia kangen ngoceh di depan kelas sambil nulis aksara Jawa Kawi di papan tulis, dan menunggu pertanyaan: Pak, itu tulisannya apa sih?”

Hari ini ia ngoceh, nulis di papan tulis, dan menunggu.

Di hadapannya kosong.

 


Komentar

Postingan Populer