TAKTIK, TAKTIK, TAKTIK DAN TAKTIK: (BUKAN) PRA-ULASAN ARSENAL VS LEEDS UNITED

 TAKTIK, TAKTIK, TAKTIK DAN TAKTIK:

(BUKAN) PRA-ULASAN ARSENAL VS LEEDS UNITED

Foto: Getty Images

UNTUK UKURAN KELOMPOK yang relatif kecil, mereka terlampau bikin ribut bagi jagat sepakbola Inggris yang bising. Mereka, para eksekutif itu, duduk nyaman di hampir seluruh kursi mewah stadion Elland Road, untuk menggunjingkan keputusan yang dianggap bakal mendatangkan kerugian. Mereka selalu memuji setiap kepindahan rumah yang dianggap menjanjikan dan kemudian mengeluh dengan lantang, tentang tantangan lawan yang samar-samar.

Pada mulanya adalah Juli yang sangat basah. Hujan turun hampir 12 jam tanpa henti di barat Yorkshire itu. Pertandingan itu Leeds mengalahkan Stoke City dengan skor mencolok, yakni 5-0. Victor Orta, direktur sepak bola Leeds, terus-menerus mendesak pendukung Leeds,  pria dan wanita, untuk berubah menjadi ‘Ultras Marcelo Bielsa’. Saat itu babak kedua baru saja dimulai, kepura-puraan social distancing ditinggalkan.

Saat lagu kebangsaan klub Marching On Together dibunyikan dan sekelompok petugas keamanan bersukaria, dan enggak mempertanyakan penglihatan wasit, tampaknya sulit untuk mengakui bahwa hanya ada sekitar 350 orang di dalam salah satu tempat paling beratmosfer dan mengintimidasi dalam sejarah sepak bola Inggris.

Pada alasan yang lain, bahkan mereka yang berisi orang-orang dengan banyak hal yang bisa dimainkan, tetap diam untuk sekedar mengulang soundtrack lagu kebangsaan. Sebaliknya, koreografi animasi Orta di tribun tidak hanya mencerminkan keputusasaan Leeds untuk mengakhiri 16 tahun pengasingan di Liga Premier, tetapi juga perhatian yang cermat terhadap detail dan semangat korps yang telah membuktikan fitur manajemen Bielsa tersebut.

Marcelo Bielsa adalah manajer dan ahli taktik yang brilian. Tetapi bisa dibilang salah satu yang dominan adalah faktor kinerja sejumlah manusia yang memungkinkan Leeds untuk mengatasi tantangan besar. Seperti yang ditimbulkan oleh tim Brentford yang tampaknya terlahir kembali dalam perjalanan kemenangan akhir musim yang luar biasa.

Promosi Leeds dari Championship pada 2019/2020 disebabkan oleh banyak hal, tetapi salah satu faktor utamanya ialah kenyataan bahwa mereka benar-benar telah berjalan bersama.

Kesatuan tujuan yang sangat kuat ini, misalnya tampak pada bulan Maret lalu. Ketika hampir seluruh pemain, dipimpin oleh kapten tim, Liam Cooper, dengan bersedia dipotong gaji yang signifikan jumlahnya untuk melindungi pekerjaan 272 staf di tim selama pandemi virus COVID-19.

Dengan para pemain menerima pengurangan gaji menjadi sekitar £6.000 per minggu—kira-kira setengah dari rata-rata skuad dan jauh kurang dari £30.000 yang diperintahkan oleh para pemain utama seperti Patrick Bamford dan Kiko Casilla—dengan begitu seluruh pekerja lepas dapat dibayar gajinya.

Liam Cooper, yang keterampilan kepemimpinannya di luar lapangan sama pentingnya dengan jaminan pertahanan di lapangan, mengajukan serangkaian pertanyaan kepada Angus Kinnear, The chief-Executive Club. Ia melakukan pertanyaan mendetail sebelum seluruh anggota tim setuju terkaitkebijakan tersebut.

Side before self, every time,” begitu bunyi tulisan di bawah patung Billy Bremner di luar stadion Elland Road. Cooper dan skuad Leeds United lainnya menunjukkan bahwa sentimen seperti itu menjadi hal penting bagi tim skuad Leed United.

Mantra itu berguna bagi Leeds saat skuad Bielsa kembali dari jeda yang dipaksakan akibat pandemi COVID-19. Hal itu juga berguna untuk kenangan buruk musim 2018/2019 ketika mereka hanya mengumpulkan satu poin dari empat pertandingan terakhir mereka, dan itu membuat mereka gagal promosi.

Hasil imbang 1-1 di kandang yang mengecewakan dengan Luton pada akhir Juni mengawali pembicaraan intens perihal “membersihkan udara” di Thorp Arch, tempat latihan klub. Dengan semangat yang kuat, tim menemukan kembali budaya menang mereka, permainan menekan berenergi tinggi yang khas dan, mungkin yang terpenting, keyakinan kolektif.

Seperti Mateusz Klich, seorang gelandang Polandia yang terlahir kembali di bawah sentuhan Bielsa, telah menjelaskan sistem yang berputar di high-defensif line yang konstan dan pergerakan yang dinamis didasarkan pada kepercayaan antarpemain. “Ini tentang bagaimana Anda mengetahui bahwa tim mendukungmu,” kata Klich. “Tidak ada gunanya satu pemain menekan, itu harus 10 pemain lainnya bekerja sebagai satu tim,”

Tempat latihan Leeds, Thorp Arch, berada di seberang penjara, di tengah lahan pertanian di sebelah timur kota pasar Wetherby—tempat Bielsa menyewa apartemen satu kamar tidur sederhana. “Di sini (permainan ala Bielsa) sangat ketat, seperti militer,” kata Klich. “Itu (permainan ala Bielsa) adalah taktik, taktik, taktik, dan kebugaran. Ini tidak mudah. Anda harus memiliki banyak tenaga dan kebugaran.”

Tingkat konsentrasi tim yang tinggi membantu meningkatkan standar. Tidak sia-sia Bielsa berulang kali meminta para pemainnya “pay attention, please!" dari ember biru terbalik yang berfungsi sebagai area teknisnya di pinggir lapangan.

Dengan bek tengah yang dipimpin oleh pemuda berdarah Belanda-Indonesia, Pascal Struijk, dan Kalvin Phillips menjangkar di lini tengah sebagai seorang deep-playing midfilder, penyerangan oleh Patrick Bamford yang kerap bikin lawan bingung dengan perannya, serta Raphinha dan Harrison sebagai winger yang kreatif dan sangat dipuja oleh fans, Leeds berulang kali, tanpa henti, memaksakan ritme dan pola permainan mereka kepada rival.

Tentu ini bakal menjadi bukan pertandingan yang menguras keringat bagi pemain Arsenal (14/02). Bagi Mikel Arteta, sebagaimana kerap diungkapkannya, berhadapan dengan Bielsa seperti ‘datang ke dokter gigi’. Dan Anda tahu, datang ke dokter gigi di saat tubuhmu sedang meriang dan masuk angin bukanlah pilihan yang tepat. Sebagai fans Arsenal, dan terlampau gemar dengan permainan ala Bielsa, saya berharap terlelap saja ketimbang menyaksikan kekalahan dari salah satu klub tersebut. Apa boleh bikin! []

Komentar

Postingan Populer